Pages

Penuh di dalam Dia

Baru-baru ini aku membaca Kitab Samuel tentang kehidupan Daud.

Sebenarnya ini bukan kali pertama aku membacanya. Mungkin sudah puluhan kali. Ya, sungguh, puluhan kali. Tetapi setiap kali membacanya, aku merasa seolah-olah hal ini sulit terjadi di jaman ini. Sulit, tapi bukan berarti mustahil.

Yang kuceritakan di sini adalah pandangan Daud ketika menghadapi raksasa Goliat, yang berbeda dari orang sebangsanya. Bisakah Anda membayangkannya? Pandangannya tidak hanya berbeda dengan satu, dua orang saja. Atau kalau saya bisa melebihkannya sedikit, pandangannya tidak hanya berbeda dengan sekelompok orang saja, tapi berbeda dengan seluruh masyarakat Israel yang hidup di masa itu. Berbeda dengan teman-teman seprofesi, yaitu para penggembala domba. Berbeda dengan saudara-saudaranya. Berbeda dengan tetangganya. Berbeda dengan ayahnya, Isai. Berbeda dengan para tentara pilihan Israel. Bahkan, berbeda dengan pandangan Raja Saul, yang notabene, sudah pernah mengalami kemenangan-kemenangan ajaib dalam peperangan.

Pada saat menghadapi Goliat, tentara Israel gemetar. Gentar, karena Goliat menantang mereka bukan untuk berperang antar bangsa. Namun,

man to man, satu lawan satu...

Di situasi inilah terjadi suatu eliminasi besar-besaran, siapakah sesungguhnya yang mengandalkan Tuhan sepenuhnya dan siapa yang hanya (tanpa sadar) terbawa semangat kelompok. Dan ironisnya, pada saat itu yang akhirnya muncul adalah bukan salah satu tentara Israel, bukan kepala pasukan, bukan orang gagah perkasa pilihan Saul, melainkan.. Daud, seorang gembala dari dua tiga domba, yang bahkan bukan gembala sekawanan domba. Terlebih lagi, dia memberi diri bukan dengan semangat kepahlawanan.

Semangat pahlawan adalah semangat yang rela mati demi bangsa. Tapi bukan itu yang ada dalam pikiran Daud. Bukan. Dia maju karena dia tidak bisa terima ada orang yang menghina bangsa yang Tuhan berkati. Karena itu dia geram dan mendatangi Goliat dengan tujuan mengalahkan Goliat dan memenggal kepalanya. Anda lihat, dia datang bukan dengan tujuan rela mati demi bangsa. Hey! Bahkan dia tidak rela mati di tangan Goliat. Daud yakin, kalau dia tidak akan kalah karena melawan Goliat.

Ketika aku merenungkan hal ini, aku benar-benar tercengang dengan kepercayaan diri Daud. Ya, dia mengenal dengan siapa dia berjalan. Seolah-olah tidak ada setitik pun ketidakpercayaan kalau dia melawan Goliat, dia akan kalah.

Aku tahu, mengapa Daud bisa punya iman sekokoh ini...

Daud penuh di dalam Tuhan..

Penuh..



Penuh..



Fully persuaded..


That he is in His Mighty Hand..


That he will never be defeated..


David fully knows his God.

0 comments:

Post a Comment